Buat saya, rumah bisa berarti sebentuk masjid atau mushalla yang ada ketika saya bepergian. Bukan cuma sekadar jadi tempat untuk beribadah, masjid yang saya kunjungi (atau lebih seringnya, saya usahakan untuk temui) adalah tempat untuk pulang; untuk beristirahat sejenak dan mengambil jeda; tempat untuk menyampaikan rasa syukur dan berkeluh kesah; tempat saya merasa nyaman dan merasa ‘I belong here’.
Pernah suatu kali, berbekal Google Maps, saya berjalan berkilo-kilo meter di tengah semriwingnya musim dingin lalu mendapati masjid yang saya tuju dikunci dan nampak tak berpenghuni. Saya sedih, tapi lantas berpikir, “Mungkin Allah mau diusahain. Saya aja seneng kalau diusahain. Okelah! Demi rumah!”
Akhirnya dengan berbekal interaksi humanis dengan warga lokal yang lagi kongkow di sekitar masjid yang tutup, saya pun diberitahu bahwa ada masjid lainnya tidak jauh dari masjid yang ini. Benar saja, setelah sekitar 20 menit berjalan dan harap-harap cemas ngga nyasar, di bawah jalan layang saya melihat besarnya kubah masjid yang dibilang. Pas memasuki halamannya, wah kaya abis jalan jauh trus nyampe di pekarangan rumah. :’)
Terima kasih kepada para diaspora muslim di penjuru dunia dan marbot-marbot masjid yang telah memastikan bahwa saudara-saudara muslimnya yang lain di perantauan atau di perjalanan bisa juga pulang ke rumah.
Ps. Buat kamu yang pengen juga membantu mewujudkan rumah buat teman-teman muslim lain, bisa cek https://kitabisa.com/masjidwageningen/. Hehehehe.
“Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) di surga.” – (HR. Ibnu Majah)
Welcome and Have A Great Time 